Profil Pelajar Pancasila

 


Saat ini, profil pelajar Pancasila dicetuskan sebagai landasan pendidikan Indonesia. Tujuan pendidikan kita diharapkan mengacu pada apa yang diutarakan oleh Bapak pendidikan, Ki Hajar Dewantara. Menurut menteri Pendidikan pertama tersebut, tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi, kawan pembaca, tidak ada tujuan pendidikan yang mengacu pada pencapaian peringkat 1, ya! Atau pendidikan bertujuan untuk bersaing dan mendapatkan nilai laporan hasil belajar yang maksimal. Yuk, mari menggeser sedikit pandangan kita sehingga cita-cita mulia tersebut bisa kita emban saat ini di tongkat estafet kita serahkan kepada peserta didik sekarang yang akan menggantikan roda perputaran pendidikan ke depannya. Ingat, tujuan utama adalah mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Semangat besar yang ingin menjadikan manusia Indonesia seutuhnya menjadi pribadi yang bahagia, baik secara pribadi maupun dalam anggota masyarakat inilah yang dirangkum dalam tema besar pendidikan kita saat ini, Merdeka Belajar. Merdeka harus dipahami sebagai konsep yang membuat kebahagiaan sehingga pemahaman keliru yang memberikan ruang sebebas-bebasnya bagi setiap orang dalam pembelajaran harus diluruskan. Lalu, apa hubungan anatara merdeka belajar dengan profil pelajar Pancasila. Profil pelajar Pancasila yang terdiri atas 6 bagian diharapkan menjadi jalan bagi pendidikan kita untuk menjadi peserta didik dan manusia seutuhnya. Lantas bagaimana membumikan profil pelajar Pancasila ini bagi peserta didik kita di sekolah. Yuk, kita urai dengan sederhana.

Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Peserta didik yang mampu menerapkan nilai-nilai religius dalam keseharian dianggap mampu menerapkan bagian pertama ini. Selain itu, kemampuan peserta didik untuk menghargai segala ciptaan-Nya, baik benda mati, terlebih terhadap makhluk hidup merupakan corong tertinggi harapan pedoman ini. Ya, di sekolah, minimal peserta didik mampu melaksanakan ajaran agama masing-masing. Berdoa setiap pagi sebelum memulai pembelajaran, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, menghargai orang lain, melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara, berempati kepada orang lain, mengutamakan persamaan, dan menghargai perbedaan. Contoh-contoh perilaku seperti ini perlu terus digalakkan sehingga capaian pedoman pertama ini tidak sekadar teori belaka.

Mandiri. Mandiri bermakna pelajar Indonesia merupakan pelajar mandiri, yaitu pelajar yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci dari mandiri terdiri dari kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta regulasi diri. Dalam praktiknya di ruang-ruang kelas, setiap peserta didik harus paham akan tujuan belajarnya. Mereka tidak hanya menunggu arahan dan aturan dari pendidik, tetapi mereka memahami dirinya bahwa tujuan belajar hari ini apa? Tujuan belajar bahasa Indonesia, Kimia, PAI, dan mapel lain, sebenarnya untuk apa? Selain itu, saat pengerjaan tugas individu atau proses penilaian misalnya, peserta didik harus mampu bertanggung jawab atas dirinya sendiri dengan mengerjakan tugas secara pribadi dan mengerjakan penilaian dengan upaya sadar dari diri sendiri.

Bergotong-royong. Gotong royong menjadi jati diri bangsa. Jauh sebelum merdeka, sikap ini terpatri dalam masyarakat pribumi. Jangan sampai nilai-nilai ini tergerus oleh zaman sehingga predikat kegotongroyongan Indonesia hilang di mata dunia. Negara kita dikenal sebagai negara yang tingkat sosialnya sangat tinggi. Bahkan berada di urutan kedua. Oleh karena itu, sikap ini harus terus dipupuk di ruang-ruang kelas. Peserta didik harus memahami dirinya bahwa dia tidak hidup sendiri, ada begitu banyak orang lain di sekitarnya yang harus dia terima atas segala perbedaan dan berupaya membangun kolaborasi.

Berkebinekaan global. Mengapa global? Saatnya peserta didik kita persiapkan sejak dini untuk terbuka atas segala budaya dari luar. Akan tetapi, perlu diingat, terbuka terhadap budaya luar bukan berarti kita mengikuti arus lalu melupakan kebudayaan di negeri sendiri. Peserta didik pada dimensi ini diharapkan terlahir sebagai anak Bangka yang berbudaya, memiliki identitas diri yang matang, mampu menampilkan diri sebagai cerminan budaya luhur bangsanya, mampu menerima kebhinekaan dalam bangsa seniri, serta terbuka atas nilai-nilai dari bangsa lain. Dalam praktinya di sekolah, peserta didik harus dibimbing untuk memahami jati diri, memahami dan menghargai budaya masing-masing, membandingkan dan mengeksplorasi kebhinekaan, melakukan refleksi terhadap pengalaman kebhinekaan, menghilangkan prasangka terhadap budaya lain, memahami peran individu dalam negara, serta turut membangun masyarakat yang adil dan berkelanjutan.

Bernalar kritis. Pelajar yang bernalar kritis mampu secara objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya. Elemen-elemen dari bernalar kritis adalah memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses berpikir, dan mengambil Keputusan. Bernalar kritis, pada praktiknya harus menjadi perhatian khusus. Peserta didik saat ini, masih perlu bimbingan dan upaya serius agar mereka menjadi pribadi yang mampu bernalar kritis. Setahu saya setelah mengikuti pelatihan penyusunan soal berbasis HOTS, soal yang harus disusun oleh pendidik tidak memberikan tagihan jawaban hafalan. Jawaban yang dihasilkan peserta didik adalah hasil proses berpikir kritis. Bahkan, mestinya, dengan menganalisis stimulus yang dituliskan pada soal, peserta didik mampu berpikir menemukan jawaban atas pertanyaan walaupun bentuk soal seperti itu tidak pernah menerka temukan sebelumnya.

Kreatif. Pelajar yang kreatif mampu memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak. Elemen kunci dari kreatif terdiri dari menghasilkan gagasan yang orisinal serta menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal. Bagian ini juga menjadi tantangan tersendiri di sekolah. Kreativitas peserta didik masih begitu terkungkung. Mereka suka mengikuti apa yang telah dicontohkan. Pun jika berbeda, masih sekadar memodifikasi dari yang ada, bahkan masih lebih banyak kesamaan dari hasil modifikasi dibandingkan orisinalitas. Saatnya bagi kita sebagai pendidik mengajak mereka untuk kreatif. Awali dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang memiliki jawaban yang berbeda. Ajak peserta didik berdiskusi merancang tampilan kelas. Dari aktivitas-aktivitas sederhana ini, jika kreatif mereka akan tumbuh hingga bisa dipupuk dalam pembelajaran, sekolah, keluarga, hingga masyarakat.


 

https://www.kompasiana.com/ammingw/61f7316c87000076a344cf52/yuk-terapkan-profil-pelajar-pancasila-di-sekolah

Kreator: Suparmin

 

Tinggalkan Pesan...